Sejarah Perkembangan Tari Gandrung Sebagai Ikon Banyuwangi

Sejarah perkembangan Tari Gandrung melewati perjalanan panjang yang di awal kemunculannya ditarikan oleh para laki-laki. Namun kini sudah ditarikan secara umum oleh penari perempuan maupun laki-laki disebut Marsan.

Perlu diketahui Gandrung merupakan tarian tradisional khas Banyuwangi sudah ada sejak ratusan tahun lalu. Biasanya dipentaskan dalam acara tertentu seperti pada musim panen sebagai bentuk rasa syukur atas hasil panen melimpah.

Saat ini hampir disetiap acara, tarian ini akan ditampilkan sebagai pembuka acara tersebut khususnya acara-acara di Banyuwangi. Jika Anda penasaran tentang bagaimana sejarah Tari Gandrung sebagai ikon Kota Banyuwangi simak artikel berikut ini.

Sejarah Perkembangan Tari Gandrung di Banyuwangi

Mungkin Anda pernah mendengar tentang Gandrung dan Banyuwangi yang keduanya memang tidak bisa dipisahkan. Hal ini tentu saja berasal dari sejarah Tari Gandrung yang sangat panjang dan dilestarikan sampai sekarang.

Kesenian Gandrung sendiri muncul bersamaan dengan dibabatnya hutan Tirtagondo atau dikenal juga dengan hutan Tirta Arum. Tujuan dari pembabatan hutan tersebut adalah untuk membangun ibu kota Blambangan yang pada dulunya adalah Pangpang.

Laki-laki tersebut bernama Marsan berkeliling bersama pemain musik untuk memainkan kendang dan juga terbang. Karena masyarakat merasa terhibur dengan tarian tersebut maka mereka memberikan penghargaan berupa beras kepada penari tersebut.

Sejarah perkembangan Tari Gandrung pada awalnya dibawakan oleh laki-laki dibenarkan oleh para leluhur disampaikan turun temurun. Laki-laki tersebut bernama Marsan sehingga saat ini untuk penari laki-laki maka disebut sebagai Gandrung Marsan.

Marsan setiap hari akan berkeliling untuk mendatangi tempat masyarakat Blambangan dimana saat ini disebut sebagai Banyuwangi. Konon ceritanya masyarakat Blambangan hanya berjumlah 5000 jiwa namun saat ini sudah mencapai jutaan jiwa.

Jumlah penduduk sangat sedikit tersebut dikarenakan adanya penyerbuan kompeni dibantu Madura dan Mataram tahun 1767. Tujuan dari penyerbuan tersebut adalah untuk merebut Blambangan dari kekuasan Mengwi sehingga perang Bayu berakhir dengan cukup sadis.

Sejarah perkembangan Tari Gandrung mencatat berkat tarian ini kemudian dimanfaatkan sebagai alat perjuangan dengan mendatangi sisa rakyat yang ada. Menumbuhkan semangat baru untuk kembali hidup bersama di kampung dan membabat Tirta Arum yang akhirnya menjadi ibu kota Banyuwangi.

Munculnya Gandrung Perempuan Pertama Kali Tahun 1895

Setelah perjalanan panjang Gandrung Marsan, sejarah perkembangan Tari Gandrung mencatat pertama kali munculnya versi perempuan. Pertama kali dikenal adalah Gandrung Semi pada tahun 1895 yang merupakan anak kecil dengan nazar khusus untuk sembuh.

Semi menderita penyakit yang sulit disembuhkan dari medis hingga ke dukun namun tidak pernah bisa sembuh. Sampai akhirnya Mak Midhah yang merupakan ibu Semi bernazar jika sembuh akan dijadikan sebagai Seblang namun kalau tidak sembuh ya tidak jadi.

Ternyata Semi akhirnya sembuh kemudian dijadikan sebagai Seblang yang merupakan babak baru tarian khas Banyuwangi ini sendiri. Kemunculan penari perempuan ini menjadi titik baru karena beberapa tahun sebelumnya penari laki mulai menghilang dan jarang ditarikan.

Hal ini karena ajaran Islam melarang segala bentuk laki-laki berdandan seperti perempuan atau transvetisme. Setelah penari terakhir yaitu Marsan meninggal dunia, keberadaan penari laki-laki benar-benar tidak ditemukan lagi.

Menurut sejarah kelahiran tarian ini sengaja ditujukan untuk hiburan orang-orang yang sedang membabat hutan. Apalagi hutan tersebut sangat angker sehingga dibutuhkan upacara khusus untuk meminta keselamatan sampai proses selesai.

Sedangkan perkembangan penari perempuan bisa sampai sekarang berkat Semi yang mengajak adik-adik perempuannya menari bersama. Pada awalnya hanya boleh ditarikan para keturunan penari sebelumnya saja jadi jumlahnya sangat terbatas.

Pada tahun 1970 mulai diperbolehkan para gadis yang memang menyukai seni tari untuk ikut menarikan meskipun bukan dari garis keturunan. Dari sejarah perkembangan Tari Gandrung tersebut saat ini jumlah penari sudah mencapai ribuan dari seluruh wilayah Banyuwangi.

Tata Busana Penari Gandrung yang Kental Akan Makna Sejarah dan Budaya

Sejarah perkembangan Tari Gandrung menjelaskan tentang ciri khas dari busana yang digunakan para penarinya. Bahkan ciri khas pakaian tersebut sangat menonjol dan berbeda jika dibandingkan dengan tarian-tarian di daerah Jawa lainnya.

Hal ini dipengaruhi oleh Kerajaan Blambangan yang sangat tampak pada busana para penari itu sendiri yang dikembangkan sampai sekarang.

Pada bagian pundak dan separuh punggung sengaja dibiarkan terbuka namun bentuk leher botol dililitkan pada dada. Pada leher dipasangkan ilatan dengan tujuan sebagai hiasan pada bagian atas tubuh namun tidak terlalu berlebihan.

Lengan baju dihias dengan satu kelat bahu, pinggang dihias memakai ikat pinggang, hiasan kain berwarna warni untuk mempercantik kostum. Jangan lupa selendang sebagai ciri khas yang dipasangkan pada bagian bahu menjuntai ke bawah.

Bagian kepala menggunakan Omprog seperti mahkota dengan hiasan didominasi warna emas dan merah terbuat dari kulit kerbau. Sedangkan bagian bawah merupakan kain jarik yang menjadi bagian dari sejarah perkembangan Tari Gandrung.